RSS

Konsep Etika

KONSEP ETIKA

1. Pendahuluan
            Ketetapan ‘boleh’ dan ‘tidak’ dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak manusia pertama, Adam dan Hawa diciptakan.Seperti dikisahkan dalam kitab suci Al – Qur’an, kedua sejoli ini diperkenankan oleh Allah memakan apa saja yang mereka inginkan di surga, namun jangan sekali – kali mendekati sebuah pohon yang apabila dilakukan mereka akan tergolong orang – orang yang zalim (al – baqarah :35)
            Prinsip ‘boleh’ dan ‘tidak’ tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi – nabi yang diutus oleh Allah kemudian termasuk Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.Mereka diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia.Tata nilai ini diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar.Tata nilai inilah yang disebut etika.
            Seruan untuk menerapkan nilai – nilai etika, sebagaimana diungkap diatas, terjadi di setiap sudut kehidupan dunia dan pada setiap zaman.Karena kalau tidak, niscaya tidak ada kaidah yang dapat menjadi tolak ukur nilai kebajikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan, kesempurnaan dan kekurangan, dan lain sebagainya.
            Dan di tengah kemajuan zaman modern yang kapitalis sekarang ini, ada kecenderungan masyarakat dunia untuk semakin akrab dengan tata nilai kehidupan tersebut.Dalam sebuah survei tahun 1990 yang dilakukan di Amerika terhadap sekitar 2.000 perusahaan mengungkapkan banyak persoalan yang menjadi konsen komunitas manajer, seperti penyalahgunaan minuman keras dan alcohol, karyawan yang mencuri, conflict of interest, isu pengawasan kualitas, diskriminasi dalam promosi dan pengangkatan karyawan, penyalahgunaan asset perusahaan dan lain sebagainya, dianggap sebagai persoalan besar yang dihadapi.
            Semua ini adalah persoalan perilaku yang mentradisi dan dianggap biasa selama ini, tetapi mulai dipersepsi sebagai sesuatu yang problematik bagi kemajuan perusahaan bahkan dianggap sebagai anomaly yang harus dicarikan solusi.Untuk itu diperlukan hajat besar dari perusahaan – perusahaan tersebut untuk meletakkan software yang dapat menjadi tata nilai yang bisa dipegang oleh stakeholders dan membawa manfaat bagi semua.Maka, perangkat lunak yang menjadi pijakan para stakeholders itulah yang disebut sebagai etika atau kode etik dalam berbisnis.
            Perhatian khusus dunia usaha barat terhadap konsep kode etik dalam bisnis diatas menurut Dr. Husain Husain Shahata didasari oleh beberapa alasan berikut : Pertama, tumbuh suburnya immoralitas yang terjadi di anatara para eksekutif perusahaan dan para pegawainya sehingga membuat perusahaan harus merugi dan gagal.Kedua, studi lapangan yang dilakukan membuktikan bahwa perusahaan yang menerapkan kode etik yang superior punya nama dan reputasi yang baik sehingga mendatangkan keuntungan.
            Islam sebagaimana agama dengan sistem komprehensif juga mengatur aspek – aspek di atas dengan moralitas.Islam mengkombinasikan nilai – nilai spiritural dan material dalam kesatuan yang seimbang dengan tujuan menjadikan manusia hidup bahagia di dunia dan di akhirat.Tetapi persoalan kemudian bahwa konsep materialistis yang berkembang di alam modern sekarang ini telah menyeret manusia pada kondisi di mana nilai – nilai spiritural terpinggirkan.Hal ini terjadi terutama di kalangan kaum pebisnis yang pada gilirannya berimbang negatif terhadap lapisan lain.Artinya, paradigm yang terbangun di masyarakat bahwa harta, jabatan, dan kekuasaan menjadi tolak ukur ‘baik’ dan ‘tidak’ – nya seseorang.
            Bila hal demikian tumbuh dan berkembang  ia dapat berefek negative bagi nilai – nilai yang selama ini eksis, dan semua orang akan berpacu meraih keuntungan material sebanyak mungkin walau on the expenses of others.Realitas terkikisnya nilai – nilai luhur dan berkembangnya keinginan untuk dinilai ‘baik’ secara sosial dapat memupuk jiwa korup dan permisif terhadap ketidakprofesionalan kerja baik di birokrasi, eksekurtif karyawan, atau buruh.Mirotokrasi bukan sebagai ukuran dalam profesionalisme, namun sebagai barometernya.
            Di sinilah Etika Bisnis Islam (EBI) menjadi relevan untuk ditumbuh kembangkan sebagai sebuah alternatif solusi keluar dari kungkungan budaya korup dan improfesionalisme tersebut.Bukan saja karena faktor studi di dunia barat yang membuktikan terpromosikannya sebuah perusahaan dan naiknya rating dengan kode etik kerja, namun itu bagian dari perwujudan dan profesionalitas yang menjadi keniscayaan ber – Islamnya seorang muslim dan realisasi adagium yang mengatakan “ a good business is a good ethic”.
2. Definisi Etika
            Menelusuri asal usul etika tak lepas dari asli kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan (custom) atau karakter (character).Dalam kata lain seperti dalam pemaknaan dan kamus Webster berarti “the distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person, group, or institution” (karakter istimewa,sentiment, tabiat moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang kelompok atau insititusi).
            Sementara ethics yang menjadi padanan dan etika, secara etimologis berarti ‘the discipline dealing with what is good and bad with moral duty and obligtion’, ‘a set of moral principles or values’, ‘a theory or system of moral values’.
            Dalam makna yang lebih tegas, yaitu kutipan dalam buku Kuliah Etika mendefinisikan etika secara terminologis sebagai berikut : ‘The systematic study of the nature of value concepts, good, bad, ought, right, wrong, etc. and of the generap principles which justify us in applying them to anything; also called moral philosophy’.Ini artinya, bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah, dan lain sebagainya dan prinsip – prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja.Di sini etika dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan di saat barsamaan juga sebagai filsufnya dalam berperilaku.
            Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral (moral consciousness) yang memuat keyakinan ‘benar dan tidak’ sesuatu.Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar dan berangkat dari norma – norma moral dan perasaan self – respect (menghargai diri) bila ia meninggalkannya.Tindakan yang diambil olehnya harus ia pertanggungjawabkan pada diri sendiri.Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut mengganggu atau sebaliknya mendapatkan pujian.
            Secara terminologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah Al – Qur’an al – khuluq.Untuk mendeskripsikan konsep kebajikan, Al – Qur’an menggunakan sejumlah terminology sebagai berikut : khair, bir, qist, ‘adl, haqq, ma’ruf, dan taqwa.
            Dari uraian diatas ada persinggungan makna antara etika, moral, dan norma yang terkadang digunakan secara tumpang – tindih.Untuk itu perlu ada pendefinisian moral dan norma sehingga jelas perbedaan antara ketiga hal tersebut.
3. Definisi Moral
            Moral berasal dari kata Latin ‘mos’ (bentuk jamaknya, yaitu ‘mores’) yang berarti adat dan cara hidup.’Mores’ dalam bahasa Inggris adalah morality yang berarti ‘general name for moral judgments, standards, and rules of conduct.Dalam makna lain morality berarti ‘a doctrine or system of moral conduct/particular moral principles or rules of conduct.
            Ini artinya, bahwa moralitas merupakan sebutan umum bagi keputusan moral, standar moral, dan aturan – aturan berperilaku yang berangkat dari nilai – nilai etika.Hal itu tidak saja dalam format keputusan, standar, dan aturan – aturan aktual yang ada dalam masyarakat, tetapi juga meliputi keputusan – keputusan ideal yang dibenarkan dengan alasan yang rasional.
4. Definisi Norma
            Norma secara etimologis merupakan alat ukur dan standar yang punya kekuatan yang dapat mengarahkan anggota kelompok, mengontrol, dan mengatur perilaku baiknya,Ia menjadi kaidah dan aturan bagi sebuah pertimbangan dan penilaian.
            Macam – macam norma :
Ø  Norma teknis dan permainan : hanya berlaku utnuk mencapai tujuan tertentu, seperti aturan main bulu tangkis dan lain – lain.
Ø  Norma yang berlaku umum.
Ø  Peraturan sopan santun
Ø  Norma hukum, yaitu norma yang pelaksanaanya dapat dituntut dan dipaksakan serta pelanggarnya ditindak (mencuri dan lain – lain).
Ø  Norma moral, yaitu pelanggaran yang belum tentu pelanggarnya ditindak seperti hubungan di luar nikah yang secara moral dilarang oleh agama, tetapi tidak mendapat hukuman dalam hukuman positif yang berlaku.

5. Etika Cabang Filsafat
            Etika merupakan bagian dari filsafat yang menjadi konsen para filsuf sejak zaman Socrates.Ia menjadi peletak mahzab kebahagian atau Hudaemomsm sehingga konsep dan pemikiran tentang kebahagian yang di dorong oleh etika menyebar di kalangan komunitas filsuf Yunani.
            Kendati tema pembahasan mendasar dari periode pra – Socrates pada aspek ekistensi eksternal (al – wujud al – kharji) sementara porsi hal yang berkenaan dengan manusia dan perilakunya sangat sekunder.Di sini Socrates dengan ajaran – ajarannya menjadi pelopor pemikiran tentang perilaku manusia.
            Begitu juga dengan filsafat etika bagi Plato yang dipengaruhi oleh pemikiran etika Socrates menekankan bahwa bangunan etika harus ditata terlebih dahulu dengan merobohkan teori pengatahuan terlebih dahulu sehingga ketika meletakkan posisi epistemoligi memudahkan bangunan etika.Socrates juga menerapkan bangunan epistemoliginya pada filsafat etikanya.
            Tema etika yang dikaji oleh Socrates, Plato juga diikuti oleh para filsuf besar Yunani lainnya dalam mengkaji etika sebagai a set of values yaitu masalah kewajiban manusia terhadap alam dan lingkungannya, tentang kebajikan dan keburukan yang timbul dalam kehidupan.Kebijakan yang diputuskan dalam perilaku manusia dipengaruhi oleh moralitas dan norma.Dan etika merupakan science of conduct.
            Etika merupakan bagian dari filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan ‘mengapa seorang seseorang harus tunduk pada norma, peraturan dan hukum?’ Ketentuan – ketentuan yang diletakkan seakan membelenggu kebebasan seseorang.Manusia melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ia senangi.
            Jawaban yang diberikan oleh seseorang terhadap hal di atas merupakan tugas dari etika untuk meresponsnya, sehingga apa yang ia lakukan menjadi biasa.Alasannya, karena etika mencari tahu mana yang baik dan mana yang buruk.Etika dapat membuat seseorang menyadari bahwa apa yang tidak diperbolehkan sesungguhnya tidak baik.

5.1 Sifat Dasar : Kritis
            Etika dipisahkan dari semua cabang filsafat lain karena ia tidak mempersoalkan keadaan manusia tetapi membahas apa dan bagaimana ia harus bertindak.Maka dari iu etika punya sifat yang kritis, mempersoalkan norma yang berlaku, apa dasar, dan legitimasinya? Mempersoalkan hak setiap pihak atau lembaga member perintah dan aturan yang harus ditaati.
            Etika dapat mengantar seseorang untuk bersifat kritis dan rasional, membentuk pendapat sendiri, bertindak sesuai kemampuan, dan dapat dipertanggung jawabkan.

5.2 Etika dan Kebebasan
            Etika dapat diartikan sebagai sikap untuk memahami opsi – opsi yang harus diambil di antara sekian banyak pilihan tindakan yang ada.Etika tidaklah ditafsir sebagai sesuatu yang merampas kebebasan manusia dalam berbuat.
            Memang manusia disebut sebagai makhluk yang punya kebebasan.Artinya, manusia itu bebas bila ia dapat menentukan sendiri tujuan – tujuan dan apa yang dilkukannya, dapat memilih atara probilitas – probilitasnya yang ada dan tidak dipaksa oleh seseorang, negara, atau kekuasaan apa pun.
            Pembatasan ruang gerak yang ada yaitu dengan peraturan dan norma hendaknya dipahami sebagai sesuatu yang memelihara kebebasan yang telah dianugerahkan kepada menusia itu sebenarnya.Karena semua menyadari bahwa keterbatasan jenis kelamin, kesukuan, keterbatasan asal keturunan, keterbatasan atas indra manusia, dan lain – lain merupakan keterbatasan yang itu merupakan kodrat yang fitri.
            Disini apa beberapa bentuk kebebasan yang ada :
Pertama : kebebasan jasmani, yaitu kebebasan manusia untuk menggerakkan anggota tubuhnya.Kebebasan ini tergantung pada kemampuan tubuh itu sendiri.
Kedua : kebebasan kehendak, yaitu kebebasan untuk menginginkan sesuatu yang diukur dengan jangkauan berpikir seseorang.
Ketiga : kebebasan moral, yaitu tidak adanya ancaman, tekanan, atau desakan.

5.3 Kebebasan dan Tanggung Jawab
            Kebebasan manusia yang ada tidak serta – merta membuat manusia liar berbuat seperti hewan.Kebebasan manusia yang ada adalah kebebasan dengan tanggung jawab yaitu kebebasan yang didasari oleh ‘ilm (ilmu) dan kesadaran penuh.Ada beberapa uraian berikut yang dapat memperjelas hal diatas.
·         Manusia bebas dalam bertindak.Manusia bebas berbuat sesuatu dengan tujuan dan disengaja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dirinya.Bisa jadi hal itu disebabkan oleh pengaruh ajaran agama, bacaan, lingkungan, dan lain sebagainya.
·         Kebebasan dengan kewajiban moral.Dalam sebuah analisis tentang kesadaran moral mengatakan bahwa seseorang yang melakukan sesuatu kewajiban karena ia setuju, walau itu butuh pengorbanan.Karena didapati bahwa tindakan tersebut ternyata dapat membuat ia merasa bebas.
·         Kebebasan bertanggung jawab.Sesungguhnya sikap moral yang mature atau dewasa adalah sikap bertanggung jawab.Tidak mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan.

            Disini dapat disimpulkan bahwa kebebasan itu mengandung anasir berikut.
·         Kemampuan seseorang untuk menentukan suatu tindakan secara indenpenden.
·         Kemampuan untuk bertanggung jawab secara sadar.
·         Sikap yang dewasa dengan penuh pertimbangan dan konsekuen.
·         Adanya semua kondisi di mana seseorang dapat mewujudkan tujuan hidupnya.

            Kendati dengan kebebasan di atas, namun manusia membangaun keputusannya dalam bertindak ada tiga hal berikut :
Pertama : pengetahuan, yaitu sesuatu yang menunjuki jalan mencapai tujuan, jalan, pertimbangan, dan kesadaran.
Kedua : kerelaan kemauan, yaitu kemauan yang meuntut pelaku dapat mengetahui apa yang ia kerjakan.
Ketiga : kebebasan itu adalah apabila manusia dapat menentukan pilihan yang ia harus lakukan.

6. Definisi Etika Bisnis
            Dari uraian panjang di atas, disini dapatlah kita mendefinisikan etika bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip – prinsip moralitas.Dalam arti lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma di mana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berperilaku, berelasi guna mencapai ‘daratan’ atau tujuan – tujuan bisnisnya dengan selamat.
            Dan ini yang menjadi kriteria penghargaan dan peringatan/tindakan (a set of principles and norms to which business people should adhere in their business dealings, conduct, and realitions in order to reach the shores of safety.It is also a criterion for reward or punishment).
            Dengan demikian, maka belajar etika bisnis berarti ‘learning what is righ or wrong’ yang dapat membekali seseorang untuk berbuat the right thing yang didasari oleh ilmu, kesadaran, dan kondisi yang berbasis moralitas.Namun terkadang etika bisnis dapat berarti juga etika manajerial (management ethics) atau etika organisasional yang disepakati oleh sebuah perusahaan.
            Selain itu, etika bisnis juga dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, dan tidak wajar dari perilaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja.

6.1 Etika Normatif Bisnis
            Etika normatif bisnis dipandang sebagai sesuatu ilmu yang mengadakan ukuran atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapai atau menilai perbuatan.Etika ini menjelaskan apa yang seharusnya terjadi dan apa yang harus dilakukan, dan memungkinkan seseorang untuk mengukur dengan apa yang semestinya terjadi.
            Adapun etika normatif bisnis merupakan etika yang secara substansial diterapkan dalam etika terapan.Ia mengambil konsep etika dan diterapkan dalam situasi bisnis tertentu seperti ekonomi – politik, tetapi tidak sama dengan filsafat bisnis karena etika bisnis adalah disiplin normatif.Disiplin ini yang membuat keputusan khusus untuk tentang benar dan salah.Ia yang menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak.
            Etika normative ini tidak sama dengan etika deskriptif yang konsen dengan menjelaskan peristiwa – peristiwa etis.Begitu juga halnya dengan konsep etika analisis yang berusaha mencapai pemahaman mendalam sebuah peristiwa etis tersebut.
            Sebagaimana disinggung di atas bahwa organisasi bisnis di negara – negara maju dewasa ini telah memberikan perhatian cukup besar pada aspek etika dalam bisnis.Ada dua faktor utama dalam konteks ini.Pertama, menjamurnya penyakit moral pada petinggi perusahaan dan para pegawainya telah membuat mereka kurang percaya diri dan akhirnya dapat mempercepat proses kegagalan atau kerugian sebuah perusahaan.Dari studi yang ada bahwa itu berawal dari perilaku immoral para administrator dan pegawai yang tidak terpuji yang berakibat buruk pada perusahaan.Kedua, studi lapangan yang dilakukan oleh Larry Axlineg di Amerika yang membedakan antara perusahaan yang menjunjung tinggi moral dan punya tanggung jawab sosial mengatakan bahwa perusahaan yang komit dengan etika dalam berbisnis telah mendapat reputasi baik yang dapat mendongkrak profitabilitas dan pertumbuhan bisnis yang digeluti.

6.2 Tiga Tingkatan Aplikasi
            Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu pada tingkatan individual pegawai, organisasi, dan masyarakat.   
            Pada tiga level bidang penerapan etika tersebut terkadang tidak sejalan, artinya terjadi konflik antara ketiganya.Karena ada saja perilaku yang bagus bagi pegawai perusahaan, tetapi belum tentu baik bagi perusahaan, tetapi tidak bagi masyarakat.Disini etika bisnis punya peranan vital dalam mengharmonisasi dan merekonsiliasi komponen yang bersebrangan tersebut sehingga dapat mewujudkan adagium yang mengatakan : “Goods is Gold”

6.3 Pandangan Agama tentang Etika Bisnis
            Menurut sumber – sumber literature mengatakan bahwa, etika bisnis didasari oleh ajaran – ajaran agama.Dalam agama Judaism misalnya punya literature yang banyak dank ode hukum tentang akumulasi dan penggunaan kekayaan.Dasar literature dan kode hukum tersebut adalah Taurat.Begitu juga dengan ajaran agama Kriten.
            Adapun agama Islam banyak sumber literature yang tersedia dan kode hukum masalah harta dan kekayaan yang merujuk pada kitab suci Al – Qur’an dan diterjemah dalam bentuk hadis – hadis Rasulullah SAW.
            Tetapi inisiatif yang dilakukan oleh tig agama Samawi (Islam, Kristen, dan Yahudi) yang diprakarsai HRH.Prinsip Philip (the Duke of Edinburgh) dan Putra Mahkota Hassan bin Talal (Jordan) tahun 1984 sepakat meletakkan prinsip – prinsip etika dalam bisnis.Ada tiga isu etika dalam bisnis yang diklasifikasi waktu itu, yaitu moralitas dalam sistem ekonomi, moralitas dalam kebijakan organisasi yang terlibat dalam bisnis, serta mortalitas perilaku individual para karyawan saat bekerja.
            Dalam deklarasi yang dilakukan ada perbedaan – perbedaan yang menonjol dalam perspektif ajaran agama masing – masing, namun tiga hal di atas menjadi dtitik temu yang disepakati oleh ketiganya.Semua sepakat bahwa kerangka hukum berbisnis berbeda dari satu negara dengan lainnya yang harus diakui oleh semua dimana hukum nasional berlaku bagi sebuah perusahaan yang terdaftar dinegara tersebut dengan tidak memandang kewarganegaraan pemilik atau manajernya.
            Deklarasi yang dikeluarkan oleh tiga agama tersebut menghasilkan kesepakatan untuk menjunjung empat prinsip yang krusial, yaitu : keadilan, saling menghormati, kepercayaan, dan kejujuran.

6.4 Pandangan Politik tentang Etika Bisnis
            Dalam pandangan para sosialis atau yang biasa dikenal dengan left – anarchist mengatakan bahwa, ‘property is theft’, dalam merujuk pada kepemilikan sumber – sumber produktif.Properti bagi mereka bukanlah hak yang bisa digunakan dengan bebas, tetapi untuk menjaga agar orang lain tidak menggunakannya.
            Filsafat ini menganjurkan agar ada lembaga yang disebut dengan ‘institution of property’ yang menurut para sosialis tangah dianggap tidak bermoral sehingga tidak ada bisnis yang bisa benar – benar dianggap etis, karena bisnis adalah kepimilikan privat.
            Adapun pemikiran politik Islam dalam konsep etika bisnis sangat erat hubungannya dengan universalitas ajaran Islam itu sendiri, dimana konsep akidah yang berawal dari konsep ‘syahadatain’ yang mengakui keesaan Allah sebagai Sang Pencipta, Tuhan segala sesuatu dan Pengaturnya serta pengakuan terhadap Rasulullah SAW. sebagai utusan – Nya adalah pihak yang harus diteladani dalam seluruh aspek kehidupannya.Artinya bahwa konsep akidah yang demikian harus diejawantahkan dalam potret nyata ibadah kepada Allah sebagai konsep interaksi vertical dandan akhlak (etika) dalam konsep interaksi horizontal.Konsep akidah, ibadah, dan akhlak yang demikian mengatur keseluruhan hidup seseorang muslim selama 24 jam, tanpa membedakan antara realitas hidup pribadi ataupun publik, termasuk dunia bisnis.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar